BADAK SUNDA DAN HARIMAU SUNDA?



Para pakar yang menyelidiki secara ilmiah baik flora maupun fauna di Indonesia adalah orang-orang asing, terutama orang Eropa. Sebab, pada waktu itu bahasa ilmiah adalah bahasa Latin, maka binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan yang mereka temui di tanah air kita diberinya nama Latin. Istilah-istilah Latin telah tersedia untuk nama-nama keluarga binatang atau tumbuh-tumbuhan, misalnya untuk keluarga rumput-rumputan (Graminae), keluarga palma (Palmae), untuk keluarga binatang menyusui (Mamalia), untuk keluarga binatang melata (Ophidia), dan sebagainya.
Akan tetapi, banyak jenis binatang dan tumbuh-tumbuhan di negeri kita yang tidak terdapat di negerinya, walaupun dapat dimasukkan ke dalam nama keluarga yang sudah ada, tetapi karena jenis binatang atau tumbuh-tumbuhan itu tidak ada di Eropa, maka digunakanlah nama yang digunakan oleh bangsa kita. Biasanya nama yang digunakan oleh penduduk di tempat binatang atau tumbuh-tumbuhan itu terdapat.Rupanya penelitian tentang tumbuh-tumbuhan itu banyak dilakukan di Tatar Sunda, sehingga banyak nama tumbuh-tumbuhan dalam bahasa Sunda digunakan untuk nama ilmiahnya dalam bahasa Latin. Misalnya pohon kawung dinamakanArenga saccharifera (Labill), karena dalam bahasa Sunda, Jawa, dan Melayu disebut juga pohon aren. Pohon burahol disebut Stelechocarpus burahol (Hook et Thomas), diambil dari nama pohon itu dalam bahasa Sunda. Dalam bahasa Jawa pohon itu disebut kepel. Pohon cempaka disebut Michelia champaca L, karena dalam bahasa Sunda disebut campaka. Dalam bahasa Jawa pohon itu disebut kanthil. Pohon yang oleh orang Sunda disebut manglid, dinamakanManglietia glauca Bl. Burung yang dalam bahasa Sunda disebut manintin, dinamakan Alcedo meninting.
Kalau jenis tumbuhan atau binatang itu, terdapat juga di daerah lain atau terdapat di mana pun juga di dunia, tetapi yang terdapat di tanah air kita mempunyai ciri yang khas, maka nama tempat binatang atau tumbuhan itu terdapat dicantumkan sebagai keterangan nama. Misalnya harimau yang terdapat di Sumatra yang berbeda dengan harimau ditempat lain disebut Panthera tigris sumatrae, sementara harimau yang terdapat di Bali disebutPanthera tigris balica, dan yang terdapat di pulau Jawa dinamakan Panthera tigris sondaica.Badak bercula satu yang hanya terdapat di Ujungkulon, sekarang termasuk Provinsi Banten, nama ilmiahnya adalahRhinoceros sondaica. Artinya badak sunda, karena terdapat di Tatar Sunda. Dahulu Ujungkulon termasuk Tatar Sunda, yang resminya disebut Jawa Barat. Di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur tidak terdapat badak.
Yang mengherankan ialah dalam berita-berita surat kabar dan majalah sekarang, istilah yang digunakan ialah harimau jawa untuk Panthera tigris sondaica dan badak jawa untuk Rhinoceros sondaica. Padahal,Panthera tigris sumatrae disebut harimau sumatra danPanthera tigris balicadisebut harimau bali.Yang lucu, selain istilah harimau jawa dan badak jawa, di dalam berita itu antara tanda kurung diberikan nama ilmiahnya dalam bahasa Latin, yaitu Panthera tigris sondaica dan Rhineceros sondaica. Jadi, tetap Sunda. Misalnya berita “Badak Jawa akan Ditangkar” (Republika, 23 Juni 2010, hlm. 5) dan berita “Harimau Sumatra Terancam Punah” (Suara Merdeka, 6 Agustus 2010, hlm. 19). Sementara Kompas dalam berita “Kematian Badak Meninggalkan Tanya” (5 Juli 2010, hlm. 26) tidak merasa perlu mencantumkan nama ilmiahnya mungkin karena tidak tahu.
Bisa jadi istilah harimau jawa dan badak jawa itu, berasal dari para pejabat yang memberikan keterangan terhadap wartawan surat kabar. Artinya, istilah itu berasal dari para pakar kemudian digunakan juga oleh orang-orang yang ditugaskan mengurus Taman Nasional baik di Ujungkulon, Banten, maupun di tempat lain. Namun demikian, maka telah terjadi ketidakjujuran ilmiah yang secara tidak langsung tak mengakui keberadaan suku bangsa yang jumlahnya nomor dua di Indonesia, yaitu orang Sunda.Kecenderungan tidak menghargai dan kemudian tidak mengakui keberadaan orang Sunda, dimulai ketika Mr. Muhamad Yamin yang pada 1950-an ketika menjadi Menteri P.P. dan K. mengganti istilah Kepulauan Sunda Kecil menjadi Kepulauan Nusa Tenggara. Sebab, istilah Kepulauan Sunda Kecil diganti dengan Kepulauan Nusa Tenggara, maka istilah Kepulauan Sunda Besar juga tidak lagi digunakan dalam ilmu bumi dan perpetaan nasional Indonesia – meskipun dalam perpetaan Internasional istilah Greater Sunda Islands dan Lesser Sunda Islands masih tetap digunakan.
Untunglah orang Sunda sabar penuh maklum (jembar hate) atau.. penakut, sehingga masalah tersebut sampai sekarang tidak pernah dipersoalkan secara terbuka. Paling-paling hanya jadi gerutuan sesama mereka. Merekamerasa telah terjadi ketidakadilan atau ketidakberesan, tetapi tidak merasa perlu (atau tidak berani) mempersoalkannya secara terbuka. Padahal, dalam negara Indonesia merdeka, kedudukan orang Sunda sama tinggi (dan sama rendah) dengan suku bangsa yang lain, berhak mempersoalkan segala sesuatu yang dirasanya tidak adil atau tidak beres, atau yang nyata-nyata merugikan diri dan nama suku bangsanya. Dan negara Indonesia maju hanya kalau setiap warganya tahu akan hak-haknya dan berani memperjuangkannya secara demokratis.

oleh kang Ajip Rosidi: Penulis, budayawan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

17 PUPUH SUNDA : GURU LAGU JEUNG GURU WILANGAN

DINAMIKA ORGANISASI

SOAL-SOAL PENDIDIKAN PANCASILA