MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU DI WILAYAH PERKOTAAN
PEMBAHASAN
2.1 Ruang Terbuka.
Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah “Wadah
yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya”
Menurut D.A. Tisnaamidjaja, yang dimaksud dengan pengertian ruang
adalah "wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang
merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam
suatu kualitas hidup yang layak" (D.A Tisnaamidjaja, 1997:6).
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan “Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau
wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area
memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada
dasarnya tanpa bangunan”.
Ruang sebagai salah satu tempat untuk
melangsungkan kehidupan manusia, juga sebagai sumber daya alam merupakan salah
satu karunia Tuhan kepada bangsa Indonesia. Dengan demikian ruang wilayah
Indonesia merupakan suatu aset yang harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
dan bangsa Indonesia secara terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan
memperhatikan faktor-faktor lain seperti, ekonomi, sosial, budaya, hankam,
serta kelestarian lingkungan untuk mendorong terciptanya pembangunan nasional
yang serasi dan seimbang.
Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri
Pemukiman dan Prasarana Wilayah No. 327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam
Pedoman Bidang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah "Wadah
yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, ruang udara sebagai suatu kesatuan
wilayah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup clan melakukan kegiatan
serta memelihara kelangsungan hidupnya."
Seperti yang telah diuraikan dalam Pasal
1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa ruang terbagi ke dalam
beberapa kategori, yang di antaranya adalah:
1. Ruang
Daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan,
termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah.
2. Ruang
Lautan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai
dari sisi laut dari sisi garis laut terendah termasuk dasar laut dan bagian
bumi di bawahnya, di mana negara Indonesia memiliki hak yuridiksinya.
3. Ruang
Udara adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan dan atau ruang lautan
sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi, di mana negara Indonesia memiliki
hak yuridiksinya
Secara umum ruang terbuka publik (open
spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka
non-hijau.
1. Ruang Terbuka Hijau
(RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces)
suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik
maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan
arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi
masyarakatnya.
2. Ruang terbuka
non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras (paved) maupun
ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai, danau, maupun
areal-areal yang diperuntukkan sebagai genangan retensi.
Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH
alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional,
maupun RTH non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan
kebun bunga. Secara ekologis RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah,
mencegah banjir, mengurangi polusi udara, dan menurunkan temperatur kota.
Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk
hijau kota, hutan kota, taman botani, sempadan sungai dan lain-lain. Secara
sosial-budaya keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi
sosial, sarana rekreasi, dan sebagai ciri kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang
berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU dan sebagainya.
Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang
terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk untuk pembangunan berbagai
fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi,
selain sering mengubah konfigurasi alami lahan/bentang alam perkotaan juga
menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Hal
ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan
cadangan dan tidak ekonomis. Di lain pihak, kemajuan alat dan pertambahan jalur
transportasi dan sistem utilitas, sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan
warga kota, juga telah menambah jumlah bahan pencemar dan telah menimbulkan
berbagai ketidaknyamanan di lingkungan perkotaan. Untuk mengatasi kondisi
lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan RTH sebagai suatu teknik bioengineering dan bentukan biofilter yang relatif lebih murah,
aman, sehat, dan menyamankan.
Ruang-ruang kota yang ditata terkait dan saling
berkesinambungan ini mempunyai berbagai pendekatan dalam perencanaan dan
pembangunannya. Tata guna lahan, sistem transportasi, dan sistem jaringan
utilitas merupakan tiga faktor utama dalam menata ruang kota. Dalam
perkembangan selanjutnya, konsep ruang kota selain dikaitkan dengan
permasalahan utama perkotaan yang akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan
pencapaian tujuan akhir dari suatu penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan,
kenyamanan, serta kesehatan warga dan kotanya.
2.2 Ruang Terbuka Hijau
Secara historis pada awalnya istilah ruang
terbuka hijau hanya terbatas untuk vegetasi berkayu (pepohonan) yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari lingkungan kehidupan manusia.
Pengertian RTH, (1)
adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata,
mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2)
“Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas
geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat
tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan
pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak,
rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap,
serta benda-benda lain yang juga sebagai
pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan” (Purnomohadi, 1995).
Ruang Terbuka (RT)
tidak harus ditanami tetumbuhan, atau hanya sedikit terdapat tetumbuhan, namun
mampu berfungsi sebagai unsur ventilasi kota, seperti plaza dan alun-alun. Tanpa RT, apalagi RTH, maka lingkungan kota
akan menjadi ‘Hutan Beton’ yang gersang, kota menjadi sebuah pulau panas (heat
island) yang tidak sehat, tidak nyaman, tidak manusiawi, sebab tak layak
huni. Secara hukum (hak atas tanah), RTH bisa berstatus sebagai hak milik
pribadi (halaman rumah), atau badan usaha (lingkungan skala permukiman/neighborhood), seperti: sekolah, rumah
sakit, perkantoran, bangunan peribadatan, tempat rekreasi, lahan pertanian
kota, dan sebagainya), maupun milik umum, seperti: Taman-taman Kota, Kebun
Raja, Kebun Botani, Kebun Binatang, Taman Hutan Kota/Urban Forest Park, Lapangan Olahraga (umum), Jalur-jalur Hijau (green belts dan/atau koridor hijau):
lalu-lintas, kereta api, tepian laut/pesisir pantai/sungai, jaringan tenaga
listrik: saluran utama tegangan ekstra tinggi/SUTET, Taman Pemakaman Umum
(TPU), dan daerah cadangan perkembangan kota (bila ada).
Menurut Pasal 1 butir
31 UUPR, “Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam”
Menurut Gunadi (1995)
dalam perencanaan ruang kota (townscapes)
dikenal istilah Ruang Terbuka (open space),
yakni daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan. RT berbeda dengan
istilah ruang luar (exterior space),
yang ada di sekitar bangunan dan merupakan kebalikan ruang dalam (interior space) di dalam bangunan.
Definisi ruang luar, adalah ruang terbuka yang sengaja dirancang secara khusus
untuk kegiatan tertentu, dan digunakan secara intensif, seperti halaman
sekolah, lapangan olahraga, termasuk plaza (piazza)
atau square.
Zona hijau bisa
berbentuk jalur (path), seperti jalur
hijau jalan, tepian air waduk atau danau dan bantaran sungai, bantaran rel
kereta api, saluran/ jaringan listrik tegangan tinggi, dan simpul kota (nodes), berupa ruang taman rumah, taman lingkungan, taman kota,
taman pemakaman, taman pertanian kota, dan seterusnya, sebagai Ruang Terbuka
(Hijau). Ruang terbuka yang disebut Taman Kota (park), yang berada di luar atau di antara beberapa bangunan di
lingkungan perkotaan, semula dimaksudkan pula sebagai halaman atau ruang luar,
yang kemudian berkembang menjadi istilah
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota,
karena umumnya berupa ruang terbuka yang sengaja ditanami pepohonan maupun
tanaman, sebagai penutup permukaan tanah. Tanaman produktif berupa pohon
bebuahan dan tanaman sayuran pun kini hadir sebagai bagian dari RTH berupa
lahan pertanian kota atau lahan perhutanan kota yang amat penting bagi
pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan
Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian
dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman
guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
Menurut UU RI Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, “Ruang terbuka
hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam”.
2.3 Tujuan
dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Adapun tujuan penataan RTHKP adalah :
1.
Menjaga
keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan;
2.
Mewujudkan
keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan; dan
3.
Meningkatkan
kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.
Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan manfaat RTHKP adalah :
1.
Sarana
untuk mencerminkan identitas daerah;
2.
Sarana
penelitian, pendidikan dan penyuluhan;
3.
Sarana
rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial;
4.
Meningkatkan
nilai ekonomi lahan perkotaan;
5.
Menumbuhkan
rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah;
6.
Sarana
aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula;
7.
Sarana
ruang evakuasi untuk keadaan darurat;
8.
Memperbaiki
iklim mikro; dan
9.
Meningkatkan
cadangan oksigen di perkotaan.
Dengan
adanya RTH sebagai ‘paru-paru’ kota, maka dengan sendirinya akan terbentuk
iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan oleh adanya saling
keterkaitan antara faktor-faktor suhu
udara, kelembaban udara, cahaya, dan pergerakan angin. RTH membantu sirkulasi
udara. Pada siang hari dengan adanya RTH, maka secara alami udara panas akan
terdorong ke atas, dan sebaliknya pada malam hari, udara dingin akan turun di
bawah tajuk pepohonan. Pohon, adalah pelindung yang paling tepat dari terik
sinar matahari, di samping sebagai penahan angin kencang, peredam kebisingan
dan bencana alam lain, termasuk erosi tanah. Bila terjadi tiupan angin kencang
di ‘atas’ kota tanpa tanaman, maka polusi udara akan menyebar lebih luas dan
kadarnya pun akan semakin meningkat.
Namun
demikian, cara penanaman tetumbuhan yang terlalu rapat pun, menyebabkan daya
perlindungannya menjadi kurang efektif. Angin berputar di ’belakang’ kelompok
tanaman, sehingga dapat meningkatkan
polusi di wilayah ini. Penanaman sekelompok tumbuhan dengan berbagai
karakteristik fisik, di mana perletakkan dan ketinggiannya pun bervariasi,
merupakan faktor perlindungan yang lebih efektif. RTH sebagai pemelihara akan
kelangsungan persediaan air tanah. Akar-akar tanaman yang bersifat penghisap,
dapat menyerap dan mempertahankan air dalam tanah di sekitarnya, serta
berfungsi sebagai filter biologis limbah cair maupun sampah organik. Salah satu
referensi menyebutkan, bahwa untuk setiap 100.000 penduduk yang menghasilkan
sekitar 4,5 juta liter limbah per hari, diperlukan RTH seluas 522 hektar.
RTH
sebagai penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara ekologis dapat menampung
kebutuhan hidup manusia itu sendiri, termasuk sebagai habitat alami flora,
fauna dan mikroba yang diperlukan dalam siklus hidup manusia. RTH sebagai
pembentuk faktor keindahan arsitektural. Tanaman mempunyai daya tarik bagi
mahluk hidup, melalui bunga, buah maupun bentuk fisik tegakan pepohonannya
secara menyeluruh. Kelompok tetumbuhan yang ada di antara struktur
bangunan-kota, apabila diamati akan membentuk perspektif dan efek visual yang
indah dan teduh menyegarkan (khususnya di kota beriklim tropis).
Keberadaan RTH penting dalam
mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Pengendalian
pembangunan wilayah perkotaan harus dilakukan secara proporsional dan berada
dalam keseimbangan antara pembangunan dan fungsi-fungsi lingkungan. Kelestarian
RTH suatu wilayah perkotaan harus disertai dengan ketersediaan dan seleksi
tanaman yang sesuai dengan arah rencana dan rancangannya.
RTH sebagai wadah dan
obyek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.
Keanekaragaman hayati flora dan fauna dalam RTH kota, menyumbangkan apresiasi
warga kota terhadap lingkungan alam, melalui pendidikan lingkungan yang bisa
dibaca dari tanda-tanda (signage,
keterangan) bertuliskan nama yang ditempelkan pada masing-masing tanaman yang
dapat dilihat sehari-hari, serta informasi lain terkait. Dengan demikian,
pengelolaan RTH kota akan lebih dimengerti kepentingannya (apresiatif) sehingga tertib. RTH sekaligus merupakan fasilitas
rekreasi yang lokasinya merata di seluruh bagian kota, dan amat penting bagi
perkembangan kejiwaan penduduknya. RTH sebagai jalur pembatas yang memisahkan
antara suatu lokasi kegiatan, misal antara zona permukiman dengan lingkungan
sekitar atau di ’luar’nya. RTH sebagai cadangan lahan (ruang).
Dalam Rencana Induk
Tata Ruang Kota, pengembangan daerah yang belum terbangun bisa dimanfaatkan
untuk sementara sebagai RTH (lahan cadangan) dengan tetap dilandasi kesadaran,
bahwa lahan cadangan ini suatu saat akan dikembangkan sesuai kebutuhan yang
juga terus berkembang. Manfaat eksistensi RTH secara langsung membentuk
keindahan dan kenyamanan, maka bila ditinjau dari segi-segi sosial-politik dan
ekonomi, dapat berfungsi penting bagi perkembangan pariwisata yang pada saatnya
juga akan kembali berpengaruh terhadap kesehatan perkembangan sosial, politik
dan ekonomi suatu hubungan antara wilayah perdesaanperkotaan tertentu.
2.4 Jenis-Jenis
Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau dapat dikelompokkan
berdasarkan letak dan fungsinya sebagai berikut :
1.
Ruang terbuka kawasan pantai (coastal open space);
2.
Ruang terbuka di pinggir sungai (river flood plain);
3.
Ruang terbuka pengaman jalan bebas hambatan (greenways);
4.
Ruang terbuka pengaman kawasan bahaya kecelakaan di
ujung landasan Bandar Udara.
Berdasarkan fungsi dan luasnya, ruang terbuka hijau
dibedakan atas :
1. Ruang terbuka makro,
mencakup daerah pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota, dan pengaman
di ujung landasan Bandar Udara;
2. Ruang terbuka medium,
mencakup pertamanan kota, lapangan olah raga, Tempat Pemakaman Umum (TPU);
3. Ruang terbuka mikro,
mencakup taman bermain (playground) dan taman lingkungan (community park).
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan jenis RTHKP meliputi:
1. Tama kota;
2. Taman wisata alam;
3. Taman rekreasi;
4. Taman lingkungan perumahan dan permukiman;
5. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial;
6. Taman hutan raya;
7. Hutan kota;
8. Hutan lindung;
9. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah;
10. Cagar alam;
11. Kebun raya;
12. Kebun binatang;
13. Pemakaman umum;
14. Lapangan olah raga;
15. Lapangan upacara;
16. Parkir terbuka;
17. Lahan pertanian perkotaan;
18. Jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET);
19. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa;
20. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa
gas dan pedestrian;
21. Kawasan dan jalur hijau;
22. Daerah penyangga (buffer
zone) lapangan udara; dan
23. Taman atap (roof
garden).
Haryadi (1993) membagi sistem budidaya dalam
ruang terbuka hijau dengan dua sistem yaitu sistem monokultur dan sistem aneka
ragam hayati. Sistem monokultur hanya terdiri dari satu jenis tanaman saja,
sedang sistem aneka ragam hayati merupakan sistem budidaya dengan menanam
berbagai jenis tanaman (kombinasi antar jenis) dan dapat juga kombinasi antar
flora dan fauna, seperti perpaduan antaran taman dengan burung-burung merpati.
Banyak pendapat tentang luas ruang terbuka hijau
ideal yang dibutuhkan oleh suatu kota. Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB)
melalui World Development Report (1984) menyatakan bahwa prosentase ruang
terbuka hijau yang harus ada di kota adalah 50% dari luas kota atau kalau
kondisi sudah sangat kritis minimal 15% dari luas kota. Luas ideal RTHKP minimal 20% dari luas
kawasan perkotaan. Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan
Umum, menyatakan bahwa luas ruang terbuka hijau yang dibutuhkan untuk satu
orang adalah 1,8 m2. Jadi ruang terbuka hijau walaupun hanya sempit atau dalam
bentuk tanaman dalam pot tetap harus ada di sekitar individu. Lain halnya jika
ruang terbuka hijau akan dimanfaatkan secara fungsional, maka luasannya harus
benar-benar diperhitungkan secara proporsional.
2.5 Fungsi Ruang Terbuka
Hijau
Adapun fungsi dari RTH itu
sendiri adalah sebagai berikut:
1. Fungsi utama (intrinsik),
yaitu fungsi ekologis
Fungsi ekologis ini
yaitu menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan
satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu
wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan
manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar.
Beberapa fungsi
ekologis RTH di kota adalah antara lain sebagai areal resapan air menghasilkan
oksigen, meredam kebisingan, filter dari partikel padat yang mencemari udara
kota, menyerap gas-gas rumah kaca atau hujan asam, penahan angin,
mencegah intrusi air laut, amelorasi iklim serta konservasi air tanah.
a. Penyerap karbon
dioksida (CO2)
Hutan
merupakan penyerap gas karbon dioksida yang cukup penting, selain dari
fitoplankton, ganggang dan rumput laut di Samudera. Dengan berkurangnya
kemampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menyusutnya luasan hutan
akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun ruang terbuka
hijau untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut. Cahaya matahari
akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan, baik ruang terbuka hijau, hutan alami,
tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk
mengubah gas karbon dioksida dengan air menjadi karbohidrat (C6H12O6)
dan oksigen (O2). Proses kimia pembentukan karbohidrat (C6H12O6)
dan oksigen (O2) adalah 6 CO2 + 6 H2O +
Energi dan klorofil menjadi C6H12O6 + 6 O2.
Proses fotosintesis sangat bermanfaat bagi manusia. Pada proses fotosintesis
dapat menyerap gas yang bila konsentarasinya meningkat akan beracun bagi
manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses
fotosintesis menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan
hewan.
b.
Pelestarian air tanah
Sistem
perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan mengurangi
tingkat erosi, menurunkan aliran permukaan dan mempertahankan kondisi air tanah
di lingkungan sekitarnya. Pada musim hujan laju aliran permukaan dapat
dikendalikan oleh penutupan vegetasi yang rapat, sedangkan pada musim kemarau
potensi air tanah yang tersedia bisa memberikan manfaat bagi kehidupan di
lingkungan perkotaan. Ruang terbuka hijau dengan luas minimal setengah hektar
mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan meresapkan air ke dalam tanah
sejumlah 10.219 m3 setiap tahun (Urban Forest Research, 2002).
c.
Penahan Angin
Ruang
terbuka hijau berfungsi sebagai penahan angin yang mampu mengurangi kecepatan
angin 75 - 80 %. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain ruang
terbuka hijau untuk menahan angin adalah sebagai berikut :
1)
Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan
yang kuat;
2)
Penanaman pohon yang selalu hijau sepanjang tahun berguna
sebagai penahan angin pada musim dingin, sehingga pada akhirnya dapat menghemat
energi sampai dengan 50 persen energi yang digunakan untuk penghangat ruangan
pada pemakaian sebuah rumah. Pada musim panas pohon-pohon akan menahan
sinar matahari dan memberikan kesejukan di dalam ruangan (Forest Service
Publications. Trees save energy, 2003).
d.
Ameliorasi Iklim
Ruang
terbuka hijau dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan untuk
menurunkan suhu pada waktu siang hari dan sebaliknya pada malam hari dapat
lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari
bumi. Jumlah pantulan radiasi matahari suatu hutan sangat dipengaruhi oleh
panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari,
keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman
daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Selain suhu, unsur iklim
mikro lain yang diatur oleh ruang terbuka hijau adalah kelembaban. Pohon dapat
memberikan kesejukan pada daerah-daerah kota yang panas (heat island)
akibat pantulan panas matahari yang berasal dari gedung-gedung, aspal dan baja.
Daerah ini akan menghasilkan suhu udara 3-10 derajat lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah pedesaan. Penanaman pohon pada suatu areal akan mengurangi
temperature atmosfer pada wilayah yang panas tersebut (Forest Service
Publications, 2003. Trees Modify Local Climate, 2003)
e.
Habitat Hidupan Liar
Ruang
terbuka hijau bisa berfungsi sebagai habitat berbagai jenis hidupan liar dengan
keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Ruang terbuka hijau merupakan tempat
perlindungan dan penyedia nutrisi bagi beberapa jenis satwa terutama burung,
mamalia kecil dan serangga. Ruang terbuka hijau dapat menciptakan lingkungan
alami dan keanekaragaman tumbuhan dapat menciptakan ekosistem lokal yang akan
menyediakan tempat dan makanan untuk burung dan binatang lainnya (Forest
Service Publications, 2003. Trees Reduce Noise Pollution and Create
Wildlife and Plant Diversity, 2003).
2.
Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural,
sosial, dan fungsi ekonomi
RTH untuk
fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung
dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat
berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti
untuk ke-indahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota. Dalam suatu wilayah
perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan,
kepentingan, dan keberlanjutan kota.
a. Fungsi sosial
Ruang terbuka hijau
dalam fungsinya secara sosial dapat menurunkan tingkat stress masyarakat,
konservasi situ salami sejarah, menurunkan konflik sosial, meningkatkan
keamanan kota, meningkatkan produktivitas masyarakat, dan sebagainya.
b. Fungsi ekonomi
Manfaat
ruang terbuka hijau dalam aspek ekonomi bisa diperoleh secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung, manfaat ekonomi ruang terbuka hijau diperoleh
dari penjualan atau penggunaan hasil ruang terbuka hijau berupa kayu bakar
maupun kayu perkakas. Penanaman jenis tanaman ruang terbuka hijau yang bisa
menghasilkan biji, buah atau bunga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
oleh masyarakat untuk meningkatkan taraf gizi, kesehatan dan penghasilan
masyarakat. Buah kenari selain untuk dikonsumsi juga dapat dimanfaatkan untuk
kerajinan tangan. Bunga tanjung dapat diambil bunganya. Buah sawo, pala,
kelengkeng, duku, asam, menteng dan lain-lain dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk meningkatkan gizi dan kesehatan masyarakat kota. Sedangkan
secara tidak langsung, manfaatekonomi ruang terbuka hijau berupa perlindungan
terhadap angin serta fungsi ruang terbuka hijau sebagai perindang, menambah
kenyamanan masyarakat kota dan meningkatkan nilai estetika lingkungan kota
(Fandeli, 2004).
Ruang
terbuka hijau dapat meningkatkan stabilitas ekonomi masyarakat dengan cara
menarik minat wisatawan dan peluang-peluang bisnis lainnya, orang-orang akan
menikmati kehidupan dan berbelanja dengan waktu yang lebih lama di sepanjang
jalur hijau, kantor-kantor dan apartemen di areal yang berpohon akandisewakan
serta banyak orang yang akan menginap dengan harga yang lebih tinggi dan jangka
waktu yang lama, kegiatan dilakukan pada perkantoran yang mempunyai banyak
pepohonan akan memberikan produktivitas yang tinggi.kepada para pekerja (Forest
Service Publications, 2003. Trees Increase Economic Stability,
2003).
c.
Fungsi arsitektural
Komposisi
vegetasi dengan strata yang bervariasi di lingkungan kota akan menambah nilai
keindahan kota tersebut. Bentuk tajuk yang bervariasi dengan penempatan
(pengaturan tata ruang) yang sesuai akan memberi kesan keindahan tersendiri.
Tajuk pohon juga berfungsi untuk memberi kesan lembut pada bangunan di
perkotaan yang cenderung bersifat kaku. Suatu studi yang dilakukan atas
keberadaan ruang terbuka hijau terhadap nilai estetika adalah bahwa masyarakat
bersedia untuk membayar keberadaan ruang terbuka hijau karena memberikan rasa
keindahan dan kenyamanan (Tyrväinen, 1998).
Tanaman secara fisiologis bersifat menetralisir
keadaan lingkungan yang berada di bawah daya tampung lingkungan. Kemampuan ini
dapat berasal dari kerja fotosintesis yang dapat menyerap polutan udara;
melalui proses evapotranspirasi dapat menyimpan air hujan sebagai imbuhan untuk
air tanah; sedangkan aroma yang dikeluarkan tanaman, maupun bentuk fisik
tanaman (bentuk tajuk dan pilotaxy batang yang khas) secara tidak langsung
bermanfaat untuk melindungi lingkungan dari terik matahari atau mencegah erosi
dan sedimentasi.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 pasal 3 tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan fungsi RTHKP adalah
1.
Pengamanan
keberadaan kawasan lindung perkotaan;
2.
Pengendali
pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;
3.
Tempat
perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;
4.
Pengendali
tata air; dan
5.
Sarana
estetika kota
2.6 Elemen Pengisi RTH
RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman
atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana
dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota,
kawasan industri, sempadan badan-badan air, dll) akan memiliki permasalahan
yang juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan
RTH yang berbeda.
Untuk keberhasilan rancangan,
penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria arsitektural
dan hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan
pertimbangan dalam men-seleksi jenis-jenis yang akan ditanam.
Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di
wilayah perkotaan:
1. Disenangi dan tidak
berbahaya bagi warga kota;
2. Mampu tumbuh
pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar);
3. Tahan terhadap
gangguan fisik (vandalisme);
4. Perakaran dalam
sehingga tidak mudah tumbang;
5. Tidak gugur daun,
cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural;
6. Dapat menghasilkan O2
dan meningkatkan kualitas lingkungan kota;
7. Bibit/benih mudah
didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat;
8. Prioritas menggunakan
vegetasi endemik/lokal;
9. Keanekaragaman hayati
Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal
yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi,
arsitektural) dalam wilayah kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri
RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan
keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional.
2.7 Teknis Perencanaan
RTH
RTHKP
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah
provinsi dan kabupaten/kota. RTHKP dituangkan dalam Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Perkotaan dengan skala peta sekurang-kurangnya 1:5000.
Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang
fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 3 (tiga) hal utama yang harus
diperhatikan yaitu
1.
Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah
perkotaan di-tentukan secara komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu:
a. Kapasitas atau
daya dukung alami wilayah;
b.
Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan
bentuk pela-yanan lainnya);
c.
Arah dan tujuan pembangunan kota RTH berluas minimum
merupakan RTH berfungsi ekologis yang ber-lokasi, berukuran, dan berbentuk
pasti, yang melingkup RTH publik dan RTH privat.
2.
Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk
RTH;
3. Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk,
konfigurasi, dan distribusi) Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan
pembangunan kota.
Komentar
Posting Komentar