SAMPAH DAN PENGELOLAANNYA



PEMBAHASAN
 
2.1  Pengertian Sampah dan TPA
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Definisi lain mengatakan Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. (Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996).
Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar.
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2005).
Dalam Undang-Undang No.18 tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.
TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik.
Permasalahan yang sering muncul dalam proses pembuangan sampah  adalah pengaruhnya terhadap lingkungan yang ada di sekitar TPA. Berbagai macam zat yang dihasilkan dari akumulasi pembusukan sampah yang berupa Lindi. Lindi merupakan cairan hasil pembusukan yang bersifat mencemari yang terdiri dari zat-zat organik.
Pencemaran yang biasa terjadi pada lingkungan sekitar TPA adalah pencemaran air tanah. Air tanah yang ada disekitar TPA akan bercampur dengan Lindi yang menyebabkan sumber air bersih akan tercemar, sehingga tidak dapat digunakan untuk konsumsi sehari-hari. TPA yang baik adalah yang sesuai dengan kriteria yang telah yang telah ditetapkan.
2.2  Kesesuaian Lahan Untuk Lokasi TPA
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI ) 03-3241-1994 ( dalam Joko Pramono, 2000), membagi kriteria pemilihan loasai TPA sampah menjadi tiga, yaitu :
1.         Kelayakan Regional
     Kriteria yang digunakan untuk menentukan zone layak dan zone tidak layak dengan ketentuan berikut :
a.         Kondisi geologi
b.         Kemiringan lereng
c.         Jarak terhadap badan air
d.        Jarak terhadap lapangan terbang
e.         Kawasan lindung atau cagar alam
f.          Kawasan budidaya pertanian dan perkebunan
g.         Batas administrasi
2.    Kelayakan Penyisih
Kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik dari hasil kelayakan regional dengan ketentuan berikut :
a.         Ketersediaan zone penyangga kebisingan dan bau
b.         Permeabilitas tanah
c.         Kedalaman muka air tanah
d.        Intensitas hujan
e.         Bahaya banjir
f.          Jalur dan lama pengankutan sampah
3     Kelayakan Rekomendasi
Kriteria yang digunakan oleh pengambilan keputusan atau lembaga yang berwenang untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijakan lembaga berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.
Menurut Howard dan Remson (1978) mengatakan 1994 (dalam Joko Pramono,2000), bahwa dalam proses pemilihan lokasi pembuangan sampah (khususnya Metode Sanitay Landfill), dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh keberadaan lokasi tersebut harus diminimalkan. Adapun proses pemilihan lokasi TPA sampah perlu mempertimbangkan tiga hal berikut,yaitu :
1.         Pertimbangan opersiional, secara opersaional TPA sampah memerlukan lahan yang cukup untuk menampung segala jenis sampah dan zonasi ketersediaan lahan harus memperhatikan rencana regional serta aspek aksebilitas (keterjangkauan).
2.         Pertimbangan ekologi, yang perlu diperhatikan adalah keberlanjutan lokasi TPA setelah tidak digunakan  lagi.
3.         Pertimbangan topografi,geologi dan hidrologi, lebih mengarah pada aspek persyaratan fisik lahan, misalnya : berdasarkan relif atau topograpi dapat dipilih lokasi-lokasi yang bebas dari bahaya banjir ataupun erosi dan berdasarkan aspek hidrologi, lokasi TPA harus berada di wilayah dengan muka air  tanah yang  tidak dalam, sehingga lindi sampah tidak mencemari air tanah. 
Menurut Bagchi ( 1982 ) (dalam  Joko Pramono 2000 ), dalam menempatkan lokasi pembuangan sampah harus memperhatikan  jarak terhadap danau atau kolam dan tubuh air lainnya, sungai , lahan basah, banjir, jalan, sumber  air dan airpot ( lapangan terbang). Jarak tersebut dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari keberadaan sampah itu sendiri.
2.3  Pengelolaan dan Metoda Pembuangan Sampah
A.    Pengelolaan Sampah
     Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-sampah tersebut akan hidup berbagai mikro organisme penyebab bakteri (bacteri pathogen) dan juga binatang serangga sebagai pemindah/penyebar penyakit (vektor).
Oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan baik sampai sekecil mungkin tidak mengganggu atau mengancam kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan.
Yang dimaksud dengan pengelolaan sampah  ini adalah meliputi pengumpulan, pengangkutan, sampai dengan pemusnahan atau pengolahan sampah sedemikian rupa sehingga sampah tidak menjadi gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup.
Cara-cara pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut (Notoatmodjo, 1997) :
1.         Pengumpulan dan Pengangkutan sampah
       Pengumpulan sampah adalah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke tempat pengumpulan sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke tempat pembuangan akhir (TPA).
2.         Pemusnahan dan Pengolahan sampah
       Pemusnahan dan Pengolahan sampah dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain sebagai berikut :
a.         Ditanam (Landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang ditanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.
b.        Dibakar (Incenerator), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran (incenerator),
c.         Dijadikan pupuk (Composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk (Kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan dan sampah lain yang dapat membusuk.
Menurut Azwar (1990), pengolahan sampah yaitu perlakuan terhadap sampah yang bertujuan memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan suatu pengolahan sampah dianggap baik jika sampah yang diolah tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air ataupun tanah, tidak menimbulkan bau dan tidak menimbulkan kebakaran.
B.     Metoda Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah mengenal beberapa metoda dalam pelaksanaannya yaitu:
1.         Open Dumping
Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi, dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih ada Pemda yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan sumber daya (manusia, dana, dll). Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:
a.         Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll
b.        Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan
c.         Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul
d.        Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor
2.         Control Landfill
Metoda ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.
Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya:
a.         Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan
b.        Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
c.         Pos pengendalian operasional
d.        Fasilitas pengendalian gas metan
e.         Alat berat
3.         Sanitary Landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara interansional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan.
2.4    Klasifikasi Sampah
1.         Sampah Berdasarkan Sumbernya
a.         Sampah domestik (domestic wastes), yaitu sampah padat yang berasal dari pemukiman masyarakat. Jenis sampah padat ini cukup beragam, namun umumnya berupa sampah dapur dan sampah lain hasil kegiatan rumah tangga seperti sampah-sampah hasil pengolahan makanan, sampah dari halaman misalnya dedaunan, kaleng dan kardus bekas serta kertas pembungkus, pakaian bekas, karpet tua, perabotan rumah tangga dan sejenisnya.
b.        Sampah komersial (commercial wastes), yaitu sampah padat dari lingkungan perdagangan atau jasa komersial, baik warung, ataupun pasar. Sampah ini beragam sesuai dengan jenis barang yang diperdagangkan. Sampah di pusat perdagangan atau pasar biasanya terdiri dari : kardus-kardus yang besar, kotak- kotak pembungkus, kertas-kertas dan yang lainnya. Dalam hal ini termasuk sampah makanan dari kantin atau restoran.
c.         Sampah yang berasal dari jalan-jalan raya (street sweeping), yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan-jalan, biasanya terdiri dari kertas-kertas, kardus- kardus kecil tercampur dengan batu-batuan, debu, pasir, benda-benda yang jatuh dari truk/kendaraan, juga daun-daunan, sampah-sampah yang dibuang dari mobil, kantong-kantong plastik dan lain-lain
d.        Sampah-sampah Industri (Industrial wastes)
       Sampah-sampah yang berasal dari pembangunan industri dan dari proses-proses produksi yang terjadi dalam industri tersebut. Jenis sampah ini relatif sama untuk industri tertentu, namun jenis industri yang berbeda akan menghasilkan sampah yang berbeda juga. Jadi jenis sampah, jumlah dan komposisi sampah industri bergantung pada jenis industrinya, misalnya sampah industri, sampah pengepakan barang, sampah bahan makanan, logam, plastik, kayu, potongan tekstil dan lain-lain.
e.         Sampah-sampah yang berasal dari daerah pertanian dan perkebunan (agriculture wastes), sampah-sampah dari daerah ini dapat berupa sampah dari hasil perkebunan atau pertanian misalnya jerami, sisa sayur-mayur, batang jagung, pohon kacang-kacangan dan lain-lain yang umumnya jumlahnya cukup besar sewaktu musim panen. Umumnya sampah-sampah ini dibakar dan dikembalikan pada tanah pertanian ataupun dijadikan pupuk untuk pertanian.
f.         Sampah yang berasal dari daerah pertambangan
       Pertambangan dapat menghasilkan sejumlah sampah yang tergantung pada jenis usaha tambangnya. Pengumpulan sejumlah mineral yang diproses maupun yang tidak diproses, mengandung zat-zat kontaminan, yang apabila ada hujan dapat merembes dan membawa zat-zat yang toksik dan berbahaya ke suatu sumber air serta mencemari sumber air tersebut. Sampah-sampahnya berupa bahan-bahan tambang disamping sampah-sampah dari aktivitas manusia pengelolanya.
g.        Sampah-sampah yang berasal dari gedung-gedung atau perkantoran, terdiri dari kertas-kertas, karbon-karbon, pita-pita mesin tik, klip dan lain-lain, umumnya bersifat rubbish, kering dan mudah terbakar.
h.        Sampah-sampah yang berasal dari daerah penghancuran gedung-gedung dan pembangunan/pemugaran. Terdiri dari puing-puing, pipa plastik/besi, paku, kayu-kayu, kaca, kaleng-kaleng, potongan-potongan besi dan lain-lain.
i.          Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
       Contohnya sampah dari tempat-tempat hiburan, tempat-tempat olah raga, tempat-tempat ibadah, dan lain-lain yang dapat berupa, kertas, sisa buah-buahan, plastik dan lain-lain.
j.          Sampah yang berasal dari daerah kehutanan
       Misalnya sampah hasil dari penebangan kayu ataupun kegiatan reboisasi hutan sebagian besar terdiri dari sampah daun dan ranting.
k.        Sampah yang berasal dari pusat-pusat pengolahan air buangan
       Dengan adanya sampah-sampah yang terangkut oleh air maka sampah-sampah ini dapat diangkat dari air kotor pada sistem penyaluran atau pengolahan air kotor, misalnya pada saringan besi. Sampah-sampah dapat berupa plastik,  kertas, kayu dan lain-lain. Disamping itu dihasilkan juga lumpur dari proses pengolahan air buangan ini.
l.          Dari daerah peternakan dan perikanan
       Sampah–sampah dari sini dapat berupa kotoran ternak atau sisa-sisa makanannya ataupun bangkai-bangkai binatang. Dari perikanan misalnya bangkai-bangkai ikan, sisa-sisa ikan atau lumpur (Kusnoputranto, 2000).

2.         Berdasarkan kepada bentuknya, sampah digolongkan kepada tiga kelompok besar yaitu (Suriawiria, 2003) :
a.         Sampah padat, yaitu sampah yang berasal dari sisa tanaman, hewan, kotoran ataupun benda-benda lain yang berbentuk padat.
b.        Sampah cair, yaitu sampah yang berasal dari buangan pabrik, industri, pertanian, perikanan, peternakan ataupun manusia yang berbentuk cair misal air buangan, air seni dan sebagainya.
c.         Sampah gas, yaitu sampah yang berasal dari knalpot kendaraan bermotor, cerobong pabrik dan sebagainya yang kesemuanya berbentuk gas atau asap.
3.         Sampah berdasarkan jenisnya.
Sampah padat, dapat dibagi menjadi berbagai jenis, yakni :
1)      Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah dibagi menjadi :
a.         Sampah anoragnik merupakan sampah yang tidak dapat diurai oleh bakteri atau hewan mikro organisme. Sampah anorganik dapat berupa plastik, kaca, dan logam.
b.        Sampah organik merupakan sampah yang dapat di urai oleh hewan mikro organisme. Sampah organik pada umumnya berupa bangkai hewan, kotoran hewan, sisa tanaman yang pada umumnya dapat di urai secara cepat, dan tanpa merusak lingkungan disekitarnya.
2)      Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar
a.         Sampah yang mudah terbakar, misalnya : kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas dan sebagainya.
b.        Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya : kaleng-kaleng bekas, besi/logam, pecahan gelas, kaca dan sebaganya.


2.5  Akibat dan Pengaruh Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan
            Beberapa akibat karena sampah yang bertumpuk antara lain sebagai berikut:
1.         Lingkungan menjadi terlihat kumuh, kotor dan jorok. Ini akan menjadi tempat yang subur bagi organisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Juga merupakan sarang lalat, tikus dan hewan liar lainnya. Dengan demikian sampah berpotensi sebagai sumber penyebaran penyakit.
2.         Sampah yang membusuk menimbulkan bau yang tidak sedap dan berbahaya bagi kesehatan. Air yang dikeluarkan (lindi) juga dapat menimbulkan pencemaran sumur, sungai maupun air tanah.
3.         Sampah yang tercecer tidak pada tempatnya dapat menyumbat saluran drainase sehingga dapat menimbulkan bahaya banjir.
4.         Pengumpulan sampah dalam jumlah besar memerlukan tempat yang luas, tertutup dan jauh dari pemukiman.
Jadi, pengelolaan sampah tidak cukup hanya dilakukan dengan manajemen 3P (Pengumpulan, Pengangkutan dan Penimbunan di TPA).
Pengurangan volume sampah dengan mengolah sampah menjadi produk yang berguna perlu dipikirkan dan dipraktekkan secara konsisten.
A.       Pengaruh positif dari pengelolaan sampah
1.         Pemanfaatan sampah bagi keperluan masyarakat dan lingkngan
a.         Sampah dapat dipergunakan untuk menimbun tanah yang kurang baik (tanah rendah, rawa-rawa dan lainnya) dan tanah yang tidak diolah menjadi tanah yang pada akhirnya dapat dipergunakan atau dapat diolah sehingga mendatangkan hasil, ataupun dijadikan lahan pemukiman, taman, lapangan olah raga dan lain-lain.
b.        Sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk penyubur tanah dan memperbaiki kondisi tanah.
c.         Sampah dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak, sampah tersebut diolah untuk menghilangkan hal-hal yang dapat berdampak negatif bagi ternak ataupun konsumen yang mengkonsumsi ternak tersebut.
d.        Sampah yang masih bermanfaat dapat diambil kembali untuk di daur ulang dan dimanfaatkan untuk keperluan lain
2.         Pengaruh terhadap kesehatan lingkungan dan sosial ekonomi
a.         Berkurangnya tempat untuk berkembang biaknya serangga dan binatang pengerat sehingga dengan demikian diharapkan kepadatan populasi vektor penyakit berkurang.
b.        Berkurangnya insiden penyakit yang erat hubungannya dengan pengolahan sampah, misal penyakit jamur, penyakit yang ditularkan oleh serangga seperti penyakit saluran pencernaan dan lain-lain.
c.         Keadaan  estetika lingkungan (udara, air, tanah) lebih saniter sehingga menimbulkan rasa nyaman bagi masyarakat
d.        Keadaan lingkungan yang baik secara tidak langsung akan menghemat pengeluaran daerah/devisa sehingga dapat meningkatkan kondisi ekonomi daerah dan negara. Selain itu, dengan meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, produktivitas masyarakat akan meningkat pula, sehingga dapat meningkatkan taraf sosial ekonomi masyarakat.
B.    Pengaruh negatif dari pengelolaan sampah yang kurang baik
1.         Pengaruh terhadap kesehatan masyarakat
       Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyediakan tempat yang baik bagi vektor penyakit, seperti serangga dan hewan pengerat. Sebagai tempat berkembang biak sehingga dapat mengakibatkan meningkatnya insidens penyakit di masyarakat.
2.         Pengaruh terhadap lingkungan
       Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyebabkan estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata akibat banyaknya tebaran/tumpukan sampah mengganggu kenyamanan lingkungan masyarakat (Kusnoputranto, 2000).

2.6  Paradigma Penanganan Sampah
            Penumpukkan sampah di TPA adalah akibat hampir semua pemerintah daerah di Indonesia masih menganut paradigma lama penanganan sampah kota, yang menitikberatkan hanya pada pengangkutan dan pembuangan akhir. TPA dengan sistem lahan urug saniter yang ramah lingkungan ternyata tidak ramah dalam aspek pembiayaan, karena membutuhkan biaya tinggi untuk investasi, konstruksi, operasi dan pemeliharaan.
       Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sudah saatnya pemerintah daerah mengubah pola pikir yang lebih bernuansa lingkungan. Konsep pengelolaan sampah yang terpadu sudah saatnya diterapkan, yaitu dengan meminimalisasi sampah serta maksimalisasi daur ulang dan pengomposan disertai TPA yang ramah lingkungan. Paradigma baru penanganan sampah lebih merupakan satu siklus yang sejalan dengan konsep ekologi. Energi baru yang dihasilkan dari hasil penguraian sampah maupun proses daur ulang dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin.
       Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu tersebut berarti paling tidak mengkombinasikan pendekatan pengurangan sumber sampah, daur ulang dan guna ulang, pengkomposan, insinerasi dan pembuangan akhir. Pengurangan sumber sampah untuk industri itu berarti perlu adanya teknologi proses yang nirlimbah serta packing produk yang ringkas/minim serta ramah lingkungan. Sementara pengurangan sumber sampah bagi rumah tangga berarti menanamkan kebiasaan untuk tidak boros dalam penggunaan barang-barang keseharian. Untuk pendekatan daur ulang dan guna ulang diterapkan khususnya pada sampah non organik seperti kertas, plastik, alumunium, gelas, logam dan lain-lain. Sementara untuk sampah organik dapat diolah menjadi kompos, biogas, briket atau produk lainnya.
       Untuk mengurangi risiko tersebut, maka pemilahan sampah menjadi sesuatu yang harus segera dilaksanakan oleh semua unsur masyarakat pada semua aktivitas. Pemilahan juga bertujuan memudahkan penanganan sampah. Misalnya, sampah organik dapat diolah menjadi kompos, biogas atau bentuk lainnya.
2.7  Pemilahan Sampah
     Pemilahan Sampah dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan penanganan sampah sejak dari sumbernya dengan memanfaatkan penggunaan sumber daya secara efektif yang diawali dari pewadahan, pengumpulanan, pengangkutan, pengolahan, hingga pembuangan, melalui pengendalian pengelolaan organisasi yang berwawasan lingkungan, sehingga dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan yaitu lingkungan bebas sampah.
Pemilahan berarti upaya untuk memisahkan sekumpulan dari “sesuatu” yang sifatnya heterogen menurut jenis atau kelompoknya sehingga menjadi beberapa golongan yang sifatnya homogen. Manajemen Pemilahan Sampah dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan penanganan sampah sejak dari sumbernya dengan memanfaatkan penggunaan sumber daya secara efektif yang diawali dari pewadahan, pengumpulanan, pengangkutan, pengolahan, hingga pembuangan, melalui pengendalian pengelolaan organisasi yang berwawasan lingkungan, sehingga dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan yaitu lingkungan bebas sampah.
Pemilahan sampah menjadi sangat penting untuk mengetahui sampah yang dapat digunakan dan dimamfaatkan. Pemilahan sampah dilakukan di TPA, karena ini akan memerlukan sarana dan prasarana yang lengkap. Oleh sebab itu, pemilahan harus dilakukan di sumber sampah seperti perumahan, sekolah, kantor, puskesmas, rumah sakit, pasar, terminal dan tempat-tempat dimana manusia beraktivitas.
Pada setiap tempat aktivitas dapat disediakan minimal tiga - empat buah tempat sampah yang diberi kode, yaitu satu tempat sampah untuk sampah yang bisa diurai oleh mikrobia (sampah organik), satu tempat sampah untuk sampah plastik atau yang sejenis, satu tempat sampah untuk kaleng dan botol. Jumlah ini masih bisa menjadi lima tempat sampah, jika botol dan kertas dipisah tersendiri. Untuk sampah-sampah B3 tentunya memerlukan penanganan tersendiri. Sampah B3 tidak boleh sampai ke TPA. Sementara sampah-sampah elektronik (seperti kulkas, radio, TV), keramik, furniture dan lain-lain seharusnya ditangani secara tersendiri pula. Jadwal pengangkutan sampah untuk berbagai jenis sampah harus diatur sedemikian rupa, sehingga tidak justru menimbulkan masalah di masyarakat. Keterlambatan pengangkutan sampah berarti akan menimbulkan keresahan dan bahkan mengganggu kesehatan manusia. Dinas Kebersihan dapat mengatur jadwal dan truk yang mengangkut jenis sampah yang berbeda. Jadi, ada truk yang mengangkut sampah yang bisa diurai, ada truk yang mengangkut sampah anorganik seperti plastik, botol plastik dll.
Di Australia, misalnya, sistem pengelolaan sampah juga menerapkan model pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik. Setiap rumah tangga memiliki tiga keranjang sampah untuk tiga jenis sampah yang berbeda. Satu untuk sampah kering (an-organik), satu untuk bekas makanan, dan satu lagi untuk sisa-sisa tanaman/rumput. Ketiga jenis sampah itu akan diangkut oleh tiga truk berbeda yang memiliki jadwal berbeda pula. Setiap truk hanya akan mengambil jenis sampah yang menjadi tugasnya. Sehingga pemilahan sampah tidak berhenti pada level rumah tangga saja, tapi terus berlanjut pada rantai berikutnya, bahkan sampai pada TPA.
Sampah-sampah yang telah dipilah itulah yang kemudian dapat didaur ulang menjadi barang-barang yang berguna. Jika pada setiap tempat aktivitas melakukan pemilahan, maka pengangkutan sampah menjadi lebih teratur. Dinas kebersihan tinggal mengangkutnya setiap hari dan tidak lagi kesulitan untuk memilahnya. Pemerintah Daerah bekerjasama dengan swasta dapat memproses sampah-sampah tersebut menjadi barang yang berguna. Dengan cara ini, maka volume sampah yang sampai ke TPA dapat dikurangi sebanyak mungkin. Pemilahan sampah sebaiknya dilakukan sejak dari sumbernya, termasuk sampah rumah tangga.
2.8  Pengelolaan Sampah Terpadu
Dalam rencana pengelolaan sampah perlu adanya metode pengolahan sampah yang lebih baik, peningkatan peran serta dari lembaga-lembaga yang terkait dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sampah, meningkatkan pemberdayaan masyarakat, peningkatan aspek ekonomi yang mencakup upaya meningkatkan retribusi sampah dan mengurangi beban pendanaan pemerintah serta peningkatan aspek legal dalam pengelolaan sampah.
Teknologi yang digunakan untuk memecahkan permasalahan sampah ini merupakan kombinasi tepat guna yang meliputi teknologi pengomposan, teknologi penanganan plastik, teknologi pembuatan kertas daur ulang. “Teknologi Pengolahan Sampah Terpadu menuju Zero Waste” harus merupakan teknologi yang ramah lingkungan.
Produksi bersih (Zero waste) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologi. Prinsip ini juga dapat diterapkan pada berbagai aktivitas termasuk juga kegiatan skala rumah tangga.
Pengertian Zero Waste (produksi bersih) adalah bahwa mulai dari produksi sampai berakhirnya suatu proses produksi dapat dihindari terjadi “produksi sampah” atau diminimalisir terjadinya “sampah”. Konsep Zero Waste ini salah satunya dengan menerapkan prinsip 3 R (Reduce, Reuse, Recycle), 4-R atau   5-R. Penanganan sampah 3-R adalah konsep penanganan sampah dengan cara reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur-ulang sampah), sedangkan 4-R ditambah replace (mengganti) mulai dari sumbernya. Prinsip 5-R selain 4 prinsip tersebut di atas ditambah lagi dengan replant (menanam kembali).
Pemikiran konsep zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengolahan sampah perkotaan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk melakukan penanganan sampah perkotaan skala kawasan sehingga dapat mengurangi volume sampah sesedikit mungkin, serta terciptanya industri kecil daur ulang yang dikelola oleh masyarakat atau pemerintah daerah setempat.
Orientasi penanganan sampah dengan konsep zero waste diantaranya meliputi:
a.         Sistem pengolahan sampah secara terpadu.
b.         Teknologi pengomposan, biogas, briket , pakan ternak dll.
c.         Teknologi daur ulang sampah plastik, kertas dan yang lainnya.
d.        Teknologi pembakaran sampah dan insinerator.
e.         Teknologi pengolahan limbah cair (IPAL).
f.          Teknologi tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
g.         Peran serta masyarakat dalam penanganan sampah.
h.         Pengolahan sampah kota.
Untuk mencapai hal tersebut di atas harus dilakukan beberapa usaha, diantaranya:
1.         Perlu perubahan paradigma dari tujuan membuang menjadi memanfaatkan kembali untuk mendapatkan keuntungan;
2.         Perlu perbaikan dalam sistem manajemen pengelolaan sampah secara keseluruhan; untuk mencapai keberhasilan, maka perlu didukung oleh faktor-faktor input berupa sarana, prasarana dan kelembagaan produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan dan lainnya.
3.         Pemanfaatan bahan kompos untuk taman kota dalam bentuk kampanye penghijauan dengan contoh-contoh hasil nyata sebagai upaya promosi pada masyarakat luas;
4.         Upaya pemasaran bahan kompos bagi taman hiburan yang memerlukannya. Misalnya kebun binatang, kebun raya, taman buah dan sebagainya.
5.         Sampah anorganik sebagai bahan baku industri. Budaya daur ulang sampah di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, namun masih harus terus dikembangkan, baik dari segi infrastruktur, teknologi maupun dari segi sistem organisasinya. Hal ini penting untuk dapat meningkatkan harkat dan martabat dari para pemulung.
6.         Perlu dibuat aturan hukum yang bersifat mengikat yang berlaku bagi masyarakat agar dapat mengikuti aturan-aturan bagi terlaksananya pengelolaan sampah terpadu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

17 PUPUH SUNDA : GURU LAGU JEUNG GURU WILANGAN

DINAMIKA ORGANISASI

SOAL-SOAL PENDIDIKAN PANCASILA